Penyakit Cacing Gelang, Gejala, Penyebab, dan Penanggulangannya
Artikel KM Dilihat: 42527
Penyakit Cacing Gelang adalah penyakit infeksi cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) dalam tubuh manusia yang ditularkan melalui tanah. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktifitas penderitanya; ...//
...// sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian. Cacingan menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Pembahasan tentang Penyakit Cacing Gelang, Gejala, Penyebab, dan Penanggulangannya merupakan lanjutan dari pembahasan tentang Cacingan, Penting untuk Diketahui.
Morfologi dan Siklus Hidup Cacing menjadi Penyebab
Cacing jantan mempunyai panjang 10-30 cm sedangkan cacing betina 22-35 cm. Cacing betina dapat bertelur 100 000 - 200 000 butir sehari, terdiri atas telur dibuahi dan telur tidak dibuahi. Di tanah yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih tiga minggu.
Bila telur infektif tertelan, telur akan menetas menjadi larva di usus halus. Selanjutnya larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu terbawa aliran darah ke jantung dan paru. Di paru, larva menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.
Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan rangsangan di faring sehingga penderita batuk dan larva tertelan ke dalam esofagus, lalu ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur infektif tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.
Gejala Klinis
a. Fase migrasi larva
Pada fase migrasi, larva dapat mencetus timbulnya reaksi pada jaringan yang dilaluinya. Di paru, antigen larva menimbulkan respons inflamasi berupa infiltrat yang tampak pada foto toraks dan akan menghilang dalam waktu tiga minggu. Terdapat gejala pneumonia atau radang paru seperti mengi, dispnea, batuk kering, demam dan pada infeksi berat dapat timbul dahak yang disertai darah. Pneumonia yang disertai eosinofilia dan peningkatan IgE disebut sindrom Loeffler.Larva yang mati di hati dapat menimbulkan granuloma eosinofilia.
b. Fase intestinal
Cacing dewasa yang hidup di saluran intestinal jarang menimbulkan gejala klinis. Jika terdapat gejala klinis biasanya tidak khas yaitu mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi, lesu, tidak bergairah, dan kurang konsentrasi. Cacing Ascaris dapat menyebabkan intoleransi laktosa, malabsorsi vitamin A dan mikronutrisi. Pada anak infeksi kronis dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan akibat dari penurunan nafsu makan, terganggunya proses pencernaan dan malabsorbsi.
Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).Selain itu cacing dewasa dapat masuk ke lumen usus buntu dan dapat menimbulkan apendisitis (radang usus buntu) akut atau gangren.Jika cacing dewasa masuk dan menyumbat saluran empedu dapat terjadi kolik, kolesistitis (radang kantong empedu), kolangitis (radang saluran empedu), pangkreatitis dan abses hati.Selain ke bermigrasi ke organ, cacing dewasa juga dapat bermigrasi keluar melalui anus, mulut atau hidung. Migrasi cacing dewasa dapat terjadi karena rangsangan seperti demam tinggi atau obat-obatan.
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur A.lumbricoides pada sediaan basah tinja langsung. Penghitungan telur per gram tinja dengan teknik katokatz dipakai sebagai pedoman untuk menentukan berat ringannya infeksi. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut,hidung atau anus.
Penanggulangan dan Pengobatan
Albendazol dan mebendazol merupakan obat pilihan untuk askariasis. Dosis albendazol untuk dewasa dan anak usia lebih dari 2 tahun adalah 400 mg per oral. WHO merekomendasikan dosis 200 mg untuk anak usia 12 – 24 bulan. Dosis mebendazol untuk dewasa dan anak usia lebih dari 2 tahun yaitu 500 mg. Albendazol dan mebendazol diberikan dosis tunggal. Pirantel pamoat dapat digunakan untuk ascariasis dengan dosis 10–11 mg/kg BB per oral, dosis maksimum 1 gram.
Tindakan operatif diperlukan pada keadaan gawat darurat akibat cacing dewasa menyumbat saluran empedu dan apendiks. Pengobatan askariasis harus disertai dengan perubahan Perilaku Hidup Bersih Sehat dan Perbaikan Sanitasi.
Referensi :
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan.
Baca Juga :