Asma, Pertolongan dan Pencegahannya

Asma adalah suatu kelainan yaitu peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan penyempitan saluran napas (hiperaktifitas bronkus) sehingga menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk terutama pada malam atau dini hari.

Asma adalah kondisi yang bisa kambuh. jika tidak ditangani dan diobati dengan benar, asma akan berdampak pada kehidupan sehari-hari pasien, atau bahkan akan mengakibatkan kematian pada kasus-kasus yang serius. Penyebab asma tidak diketahui dengan pasti, orang-orang penderita asma seringkali memiliki jalur udara yang sensitif yang menjadi sempit dikarenakan pemicu tertenu, sehingga mengakibatkan serangan asma.

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran  napas yang  menyebabkan  hipereaktivitas  bronkus  terhadap  berbagai  rangsangan  yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa  mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di  dada terutama  pada  malam  dan  atau  dini  hari  yang  umumnya  bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.

Gejala

Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus. Sesak napas, Batuk, Berdahak, Riwayat alergi, Riwayat keluarga (asma/alergi). 

Hiperaktivitas  bronkus  merupakan  ciri  khas  asma,  besarnya  hipereaktivitas bronkus ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.

Pencetus  serangan  asma  dapat  disebabkan  oleh  sejumlah  faktor  antara  lain alergen, virus, dan iritan yang dapat  menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.

Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks.  Hal  ini  terjadi  karena  lepasnya  mediator  dari  sel  mast yang  banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit.

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.

Mediator  inflamasi  secara  langsung  maupun  tidak  langsung  menyebabkan serangan asma,  melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.

Karakteristik gejala pada Asma; adalah :

  • Berulang atau hilang timbul.
  • Ada faktor pencetus.
  • Memburuk pada malam hari atau menjelang pagi hari.
  • Dapat mereda spontan atau dengan pengobatan pelega (reversibel).

Faktor Pencetus

Ada 2 (dua) kelompok faktor genetik dan faktor lingkungan.
1.    Faktor genetik

  1. Hipereaktivitas
  2. Atopi/alergi bronkus
  3. Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
  4. Jenis kelamin
  5. Ras/etnik

2. Faktor lingkungan

  1. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur d11)
  2. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
  3. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,     makanan laut, susu sapi, telur)
  4. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, 13 bloker d11)
  5. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
  6. Ekpresi emosi berlebih
  7. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
  8. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
  9. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas tertentu.
  10. Perubahan cuaca

Tindakan Pertolongan

Tindakan pertolongan yang dapat dilakukan oleh penderita, keluarga atau orang dekat pada saat Asma kambuh; sbb :

  • Tetap tenang
  • Longgarkan pakaian yang terlalu ketat agar bisa bernapas lebih bebas
  • Duduk serileks mungkin sambil mengatur napas perlahan
  • Tarik napas dalam-dalam dengan 10 hitungan
  • Hembuskan napas perlahan dengan hitungan yang sama
  • Ulangi berkali-kali sampai napas jadi teratur
  • Segera ke fasilitas kesehatan.
  • Bila ada, gunakan obat inhalasi (hirupan), baik itu inhaler atau nebulizer
  • Usahakan selalu meletakkan obat di tempat yang mudah dijangkau

Pencegahan

Pencegahan datangnya serangan Asma adalah dengan sbb :

  • Menghindari paparan faktor pencetus asma
  • Konsultasi lebih lanjut ke dokter terkait obat-obatan pengontrol asma
  • Menggunakan obat secara teratur; harus minum obat sebagaimana diresepkan dan beristirahat secukupnya.
  • Meningkatkan Kebugaran Jasmani
  • Olahraga yang teratur : jalan sehat, bersepeda, renang
  • Latihan otot pernapasan, dengan senam asma.

Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

  1. Pencegahan primer
  2. Pencegahan sekunder
  3. Pencegahan tersier

Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara :

  • Penghindaran  asap  rokok  dan  polutan  lain  selama  kehamilan  dan  masa     perkembangan bayi/anak
  • Diet  hipoalergenik  ibu  hamil,  asalkan     /  dengan  syarat  diet  tersebut  tidak mengganggu asupan janin
  • Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
  • Diet hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang  dikenal  dengan  nama  ETAC  Study (early  treatment  of  atopic  children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

Pencegahan berdasarkan Risiko Bersama PTM (Penyakit Tidak Menular) adalah dengan perilaku CERDIK; sbb :

     C : Cek kondisi kesehatan secara berkala
     E : Enyahkan asap rokok
     R : Rajin aktifitas fisik
     D : Diet sehat dengan kalori seimbang
     I : Istirahat yang cukup
     K : Kendalikan stress

Tanda tanda waspada pada Asma (harus segera ke Faskes) : obat tidak membantu saat terjadi serangan asma; nafas yang tersengal-sengal bahkan ketika berjalan di dalam ruangan atau saat beristirahat; kesulitan bernafas dan merasa mati lemas; kesulitan berbicara atau tanda kehilangan kesadaran.

Referensi :
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1023/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma

 


Baca Juga :